Kalau saja kabel charger tidak mendadak rusak saat dicolok di stasiun Surabaya Gubeng, mungkin aku tidak menjajal berwisata sejenak di dekat stasiun Surabaya Gubeng ini. HP anakku lowbat, sedangkan tiket kereta api Jayakarta ada di situ, mau tidak mau harus beli. Tapi di mana?
Begini ceritanya..
Sudah hampir seminggu kami berada di desa Tarik Kab. Sidoarjo. Saatnya berkemas pulang ke rumah di Bogor. Sesuai kesepakatan kemarin, aku dan anakku akan pulang menggunakan kereta, tetapi bukan dari stasiun Mojokerto yang terdekat. Kami akan melancong dulu ke stasiun Surabaya Gubeng dari pagi, baru kembali ke Jakarta.
Kakek saja sampai heran, "memangnya tidak capek ke Surabaya dulu? Nanti juga keretanya bakalan balik lewatin stasiun Mojokerto. Jadi nanti sore saja kakek anterin ke sana. Jangan pagi begini, kan belum nyobain makan pecel".
Wah, sebagai kereta mania, anakku itu tidak pernah mengenal kata capek. Sebenarnya kami masih betah menginap di rumah kakek. Suasana nyaman dikelilingi sawah dan terlihat gunung menjulang dari balik dapur. Tapi mau bagaimana lagi? Liburan sekolah telah usai dan esok lusa harus masuk kelas.
Naik Kereta Doho dari stasiun Tarik Ke Stasiun Surabaya Gubeng
Untuk perjalanan ke Stasiun Surabaya Gubeng, kami tidak menggunakan grabcar, karena bisa ditempuh dengan naik kereta lokal Doho. Jadwalnya tiba pukul 08.36 WIB di stasiun Tarik. Berhenti tidak lama, singgah sejenak sekitar 3-5 menit saja, sehingga kita harus siap-siap menanti sebelum kereta itu datang.
Supaya tidak telat, jam delapan kurang kami sudah menuju stasiun Tarik. Namun begitu sampai, ternyata pintu masuknya belum dibuka, masih tertutup rapat. Petugasnya saja masih terlihat menyiram tanaman, hehe.. mungkin kami yang terlalu bersemangat, daripada ketinggalan kereta.
Untuk tiket kereta lokal Doho ini tidak dijual di stasiun, tetapi harus memesan di aplikasi KAI Access. Minimal H-7 sudah bisa pesan sampai habis. Harga tiketnya 10 ribu rupiah. Jarak tempuh ke Surabaya Gubeng hampir satu jam, akan tiba pukul 09.31 WIB.
Begitu naik kereta Doho, suasananya mengejutkan. Kali ini kereta tidak sepi, padat merayap, membentur kaki penumpang kanan-kiri. Bahkan nomor bangku kami pun sudah ditempati penumpang sebelumnya yang tidak mau mengalah. Biasalah, ibu-ibu tersebut tidak mau ribet. Kami terpaksa duduk di kursi tengah seadanya, berhimpitan.
Selain sebal, hati pun agak menyesal kenapa kami memesan nomor di barisan kursi tiga. Andaikan tahu kondisi begini, lebih enak pesan nomor di kursi dua saja, jadi tidak ada himpitan kanan kiri. Pemandangannya juga jadi lebih indah. Ahh, sudahlah, buat pengalaman saja.
Begitu kereta Doho berhenti, para penumpang turun dan diarahkan untuk keluar melalui pintu Stasiun Gubeng Lama. Sambil menunggu kereta KA Jayakarta nanti siang, aku berbelanja beberapa keperluan cemilan, makanan dan minuman di minimarket dekat stasiun, memanfaatkan voucher hadiah kemarin.
Mengenal Sejarah Stasiun Surabaya Gubeng
Ada hal menarik dari Stasiun Surabaya Gubeng ini, ternyata stasiun ini terbagi menjadi Lama dan Baru. Pada tahun 1996, diresmikan sebagai situs Cagar Budaya oleh pemerintah setempat.
Apa bedanya?
Sebenarnya tetap satu atap, untuk beralih ke stasiun Lama dan Baru kita hanya menyebrangi beberapa rel saja, namun pemanfaatannya lebih banyak berpusat di stasiun Gubeng Baru.
Sejarahnya, stasiun Surabaya Gubeng Lama ini sudah berdiri sejak tahun 1878. Tadinya adalah halte milik Staartsspoorwegen (SS) sebagai tempat pemberhentian kereta api Surabaya - Pasuruan. Semakin banyak minat penumpang, dibangun lagi stasiun Gubeng di arah Selatan 200 m tak jauh dari halte, dan diresmikan pada tanggal 9 Oktober 1899.
Nah, pada tahun 1990an, stasiun Surabaya Gubeng Baru dibangun dengan gaya yang lebih modern, sudah tidak ada khas Belanda lagi. Di sini kami melakukan test swab dan sholat zuhur sebelum pulang. Selain itu ada kantor petugas KAI, musholla, restoran, pusat oleh-oleh, dan kantin.
Menurut Shidqi, selain stasiun Surabaya Pasar Turi, stasiun Surabaya Gubeng ini juga melayani penumpang untuk kereta jarak jauh. Jadwal keberangkatan KA Jayakarta ke Pasar Senen Jakarta yang akan kami tumpangi nanti adalah pukul 14.30 WIB, masih ada waktu beberapa jam lagi. Harga tiketnya 230 ribu rupiah.
Kabel Charger Rusak Jadi Jalan-Jalan di Sekitar Stasiun Surabaya Gubeng Lama
Sebenarnya kami mau setia menunggu di stasiun Surabaya Gubeng Lama tetapi mendadak Shidqi mengeluh kabel charger HP miliknya rusak, gak bisa ngecas, bikin lowbat. Wah gawat karena tiket ada di aplikasi KAI Access. Bagaimana kalau HP mati?
Mau tak mau aku harus beli kabel charger baru, tapi dimana? Untung ada maps yang menunjukkan dari stasiun dekat dengan Plaza Surabaya. Kalau dilihat sih bisa ditempuh berjalan kaki sekitar 7 menit. Buru-buru aku ke sana.
Berjalan kaki ternyata menyenangkan. Aku melewati jembatan Pemuda yang cantik, dilintasi sungai Kalimas yang alirannya berujung ke laut dekat Pelabuhan Tanjung Perak. Wah, bisa nyambung wisata Madura nih.
Jembatan ini dekat dengan Monkasel alias Monumen Kapal Selam. Tempat ini dibuka untuk umum. Namun sayang, waktuku tidak cukup. Kuteruskan berjalan sambil mengabadikan lokasi trotoar yang tertata cantik menuju Plaza Surabaya.
Hampir 450 meter, akhirnya tiba. Di sini hanya kutemukan satu toko handphone yang sudah buka, lainnya masih tutup. Alhamdulillah bisa mendapatkan charger baru walau talinya pendek banget.
Masih ada waktu sejam lagi, aku membeli KFC untuk keperluan makan malam nanti. Sambil disiapkan, mbak kasir yang ramah itu memberitau bahwa di sebelah belakang ada World Trade Centre (WTC) Surabaya, pusat perbelanjaan elektronik terbesar di Surabaya.
Rasa penasaranku membuncah, adrenalinku berpacu. Masih kepengen beli kabel charger yang lain, talinya harus panjang. Kurang lebih lima menit aku sudah berada di dalam WTC. Walaaah, beneran luas, sampai bingung mau belinya di mana. Satpam mengarahkan naik lift ke lantai atas.
Begitu sampai, ternyata hampir semua toko menjajakan aksesoris handphone dalam bentuk lusinan. Walah, salah tempat nih, aku cuma butuh satu saja. Untung ada toko lain yang melayani eceran, cukup 15 ribu rupiah aku sudah bisa mengantongi 2 kabel charger sekaligus.
Setelah selesai belanja, Shidqi tak henti-hentinya menelepon, "Bunda dimana? cepetan sudah mau jam satu lewat nih. Kita belum sholat zuhur dan test swab".
"Iya sebentar, nak. Bunda lagi jalan keluar Plaza kok, lagi pesan gojek. Repot nih bawa makanan. Sabar ya. Jangan telpon lagi, tunggu saja. HP kita sama-sama lowbat!", perintahku.
Perasaan waktu belanja dari jam 10an, kok tak terasa sudah jam setengah dua sih. Kelamaan keliling mall, lupa waktu, hahaha dasar emak-emak!
Badanku jadi terasa tegang dan repot, takut merusak jadwal keberangkatan. Shidqi pun kembali miscall. Dia memang tidak kuajak jalan-jalan karena diberi tugas menjaga tas juga dus berisi oleh-oleh kerupuk dari kakek.
Kalau tidak membawa paket makanan sih aku bakalan memilih jalan kaki. Tapi ya sudah lah, perut juga sudah lapar. Untung gojeknya sigap, motor PCX yang terlihat masih baru dan helm wangi segera mengantarkanku ke stasiun Surabaya Gubeng Lama. Cuma dua menit sampai.
Pulang Naik Kereta Jayakarta dari Surabaya Gubeng ke Jakarta
Selesai test swab dan sholat zuhur, kami masih menunggu kereta setengah jam lagi. Kami isi waktu dengan makan siang dengan paket KFC tadi. Untuk makan malam masih ada onigiri yang kubeli di minimarket. Biar pun begitu, Shidqi tetap membeli paket makanan dari gerbong makan, biar gak penasaran.
Kereta berangkat pukul 14.30 WIB, bismillah kami kembali menikmati suasana di dalam kereta gerbong paling belakang. Walau pun ngos-ngosan menuju ke sini, tetapi yakin deh kalian gak akan kecewa karena saat ke belakang wc, bisa memandangi rel yang seperti bergerak mengejar kereta.
Pemandangan sorenya juga cukup memanjakan mata, sawah dan pegunungan terbentang indah. Dan malam harinya kami melewati dua terowongan yang diberi lampu warna warni sehingga tidak terlihat seram. Bahkan Shidqi mengabadikannya dalam bentuk video semacam travel blogger saja. Seru!
Perjalanan sampai ke stasiun Pasar Senen ditempuh hampir 13 jam, lebih cepat dibanding perjalanan kemarin dari Pasar Senen - Blitar. Tiba pukul 03.25 WIB, kereta pun berhenti, kami turun berjalan ke peron. Sambil menunggu azan subuh dan commuterline datang, kami habiskan waktu untuk tidur sejenak.
Selesai sholat subuh, kami naik Commuterline jurusan Bogor menuju stasiun Bojonggede. Sekitar jam 7 pagi kami sudah bisa mandi dan lonjoran di rumah. Alhamdulillah, terimakasih ya Allah perjalanan kami selamat dan aman.
Stasiun ini jadi andalan memang, pantesan enggak asing ternyata stasiun dengan sejuta cerita klasiknya. Sejarahnya juga wah memang berkesan banget sih stasiun satu ini jadi pengin ke Surabaya, terima kasih sharingnya!
BalasHapus