Selmaku terlelap, dipelukannya terdapat boneka Masha. Kuperhatikan wajahnya, lalu mata ini memantau sekeliling tembok kamar penuh coretannya. Kubuka-buka buku tulisnya. Dia sedang senang menulis, padahal hanya 2 bulan masa ikut-ikutan TK A.
Aku merenung panjang ke masa lampau. Ah, cepat sekali waktu berlalu. Sebentar lagi dia diperbolehkan kepala sekolah untuk naik tingkat B, dengan syarat harus dibantu calistungnya di rumah, agar tak tertinggal di SD nanti.
Namun mengapa aku justru tak tega menggemblengnya dengan calistung. Malah kangen masa-masa TK aku dulu, tahun 83an *tua ya aku :-)
Aku tak begitu peduli tugas bu guru, menulis angka dan huruf, pikiranku cuma ingin bermain di ruangan khusus itu.
Ya, ruangan khusus bermain peran dan karakter. Ada ruang masak-masakan, dokter-dokteran, ruang panggung boneka dan ruang bermain pernak pernik kayu balok.
Di sanalah aku bisa memuaskan batin daripada jungkat jungkit merosot di halaman sekolah. Kata alm.ibu, TK ku bukan TK elit yg harus bayar berjutjut seperti sekarang.
Dan aku tidak merasa terbebani harus segera bisa membaca, toh ada ayah atau ibu bersedia menceritakan majalah Ananda atau Bobo. Disuruh berhitung, yang kutau, dua keping 25 perak itu menjadi 50 perak yang bisa kubelikan dodol kacang dan ketan, ditambah permen.
Atau sesekali ayah menyuruhku untuk membaca tulisan Fuji Film di atas gedung pencuci cetak foto, setiap kali pulang dari rumah nenek di Cikini. Itulah caraku jadi cepat membaca.
Pada akhirnya aku malah terjerumus di dunia menulis seperti ini, padahal dulu belajarnya biologi, fisika, gizi klinik, dan seterusnya.
Balik lagi ke masa kini. Kuperhatikan sepertinya TK sekarang tak banyak yg memberikan fasilitas itu ya? apa karena akunya saja yg kuper? di sekolah sini rata-rata dengan kondisi menengah-menengah saja, bahkan menjamur PAUD yg lebih banyak memberikan bimbingan doa, bernyanyi, mewarnai, dan yaaa ujung2nya calistung lagi, ehem..
Terdapat pergeseran kebiasaan, anakku seperti terjebak pada lumpur hisap target belajar, yang menekan milyaran sel otak untuk taat pada kejar kurikulum.
Yang kulihat di kelas, terdapat loker berisi tumpukan buku-buku untuk melatih kecerdasan *katanya*..
Belum terlalu dibutuhkan menurutku. Coba saja renungkan.. berapa banyak akhirnya anak SD kehilangan masa bermainnya, mata pelajarannya terus dipakai buat apa? entahlah.. mereka justru lebih asyik bergossip dan meniru tingkah orang dewasa. Anak tetangga yg SDN itu, rasanya baru kulihat berangkat, eh tau-tau sudah pulang. Ngapain ajah?
***
Kembali melihat kedua anakku. Teringat Shidqi yang berkata "pusing kalo sekolah. Senengnya sekolah yang gak pake ngitung dan ngafal. Shidqi pengen sekolah yang kaya pramuka."
Glek, padahal dia masih kelas 3.
Duhai anakku, sabar ya, maafkan kami yg telah "memaksa" imajinasi kalian hanya terisi teori, bukan kebanyakan praktek.
Maafkan kami pula yang hanya sanggup membayar sekolah kalian secukupnya, bukan sekolah elit. Dan dengan fasilitas alat bermain yg kurang pula di rumah, fiuhh.
Maafkan kami yg belum sanggup memenuhi keinginan bermain kalian. Ini saja sudah alhamdulillah, gimana nasib anak lainnya yg makan sehari-hari saja masih kurang cukup?
Apapun yg terjadi di masa kini, semoga Allaah SWT senantiasa melindungi dan memberikan kebahagiaan untuk kalian.di masa datang.
Juga untuk semua penerus bangsa, semoga tidak kehilangan arah, kemana melangkah, aamiin
#mohonmaaflahirbathin
#marhabanRamadhan
#curhatanspontan
#bundabukanpakar
Dilema yaa...sekolah elit juga ujung-ujungnya sama :(
BalasHapushehe ujung-ujungnyaaa... tetap kita yg selektif :)
Hapusberarti seumuran Alvin ya sama-sama naik TK B
BalasHapusiya mak :)
HapusPengalaman dari adekku yang telat calistung, dia belajarnya jadi lambat nerima pelajaran, mak. Dan masih terasa manjanya sampe sekarang padahal udah kelas 6. Memang dilema ya mau ngajarin anak kecil calistung yang tepat umur berapa.
BalasHapusiya memang harus dibuat balance, disaat main, kadang kita pun harus kreatif membangun akademiknya tanpa terkesan beban belajar
Hapuswah memang metode pembelajaran anak sekolah jaman sekarang semakin berat ya mba...
BalasHapusiya mbak, semoga mereka gak kehilangan masa mainnya
Hapusumur brapa mbak, anakku bulan sembilan besok 5 tahun, baru rencana mau masuk tk A, itupun masih berdebat, cos kata bapaknya nanti aja, pas sudah 6 tahun, tk setahun saja...
BalasHapusmau 5tahun mbak.. wah hampir sepantar nih :-)
Hapusiya ya kalau lihat bobot pelajaran pengennya cukup setahun, tapi kalau lihat sisi sosialisasinya mmg kayanya lbh dini lebih baik. Perlu survey dulu TKnya mbak :-)
di tk anaku sampai ada les khusus u murid tk b yg belum bs baca. padahal dulu kita santai banget ya baru belajar baca pas kelas 1 SD :(
BalasHapusEmang beda skrg ya, Mak. Seingatku dulu, puluhan tahun lalu, aq masih sempat berpuas ria mandi di kali daripada disuruh belajar calistung. Hehe.
BalasHapus