Kehamilan dan persalinan sempat membuatku depresi berat.
Kesal, murung, putus asa sempat membuatku membencinya.
Namun sentuhan kulitnya yang lembut mampu melembutkan hatiku.
Kesal, murung, putus asa sempat membuatku membencinya.
Namun sentuhan kulitnya yang lembut mampu melembutkan hatiku.
Inilah
kisahku. Ketika anda mungkin merasakan kebahagiaan menyambut anak
pertama, lain dengan diriku. Sebagai ibu muda yang mengalami kehamilan pertama,
aku mengalami banyak ujian. Bertubi-tubi ujian mental dan pelajaran hidup menghampiri
kami. Di saat hamil anak pertama, aku resign, dan ternyata mas Dwi - suamiku - juga mendadak selesai dari kantornya. Jleb, rasanya seperti miskin sedunia.
Mengajak mas Dwi hidup di rumah ayah rasanya tak mungkin. Ayahku terbaring lemah, terserang kanker. Padahal kehamilanku membuat ayah gembira dan ingin segera melihat cucunya lahir dari rahimku, beliau ingin kami tinggal di sana. Namun berat, tak mungkin kami hidup bersamaan pula dengan kakak yang juga hidup di sana. Terpaksalah aku tinggal bersama mertua. Dan aku harus tahan dengan sindirannya yang cukup pedas, “makanya, jangan hamil dulu sebelum dapat kerja dan punya rumah sendiri.” Jdeeer..! Hanya tersenyum kecut.
Dalam menghilangkan rasa bosan dan hampa di rumah itu, justru membuat diriku haus mencari segala informasi kehamilan dan segala prosesnya. Aku senang mengikuti berbagai seminar, melahap habis berbagai majalah, tabloid dan koran, dan menonton vcd senam hamil. Intinya sih cari kegiatan mengisi kekosongan jiwa. Alasan pergi seminar padahal ingin jalan-jalan, heuheu..
Ah, bukan ingin membagikan kesedihan. Hanya ingin berbagi. Siapa tau para pembaca memiliki pengalaman yang sama. Hal ini kuanggap sebagai wadah Allah SWT menggembleng mentalku. Mungkin Dia ingin menjadikanku sosok wanita hamil yang tangguh.
Mengajak mas Dwi hidup di rumah ayah rasanya tak mungkin. Ayahku terbaring lemah, terserang kanker. Padahal kehamilanku membuat ayah gembira dan ingin segera melihat cucunya lahir dari rahimku, beliau ingin kami tinggal di sana. Namun berat, tak mungkin kami hidup bersamaan pula dengan kakak yang juga hidup di sana. Terpaksalah aku tinggal bersama mertua. Dan aku harus tahan dengan sindirannya yang cukup pedas, “makanya, jangan hamil dulu sebelum dapat kerja dan punya rumah sendiri.” Jdeeer..! Hanya tersenyum kecut.
Dalam menghilangkan rasa bosan dan hampa di rumah itu, justru membuat diriku haus mencari segala informasi kehamilan dan segala prosesnya. Aku senang mengikuti berbagai seminar, melahap habis berbagai majalah, tabloid dan koran, dan menonton vcd senam hamil. Intinya sih cari kegiatan mengisi kekosongan jiwa. Alasan pergi seminar padahal ingin jalan-jalan, heuheu..
Ah, bukan ingin membagikan kesedihan. Hanya ingin berbagi. Siapa tau para pembaca memiliki pengalaman yang sama. Hal ini kuanggap sebagai wadah Allah SWT menggembleng mentalku. Mungkin Dia ingin menjadikanku sosok wanita hamil yang tangguh.
Post Partum Distress Syndrome
Di usia kehamilan 28 minggu aku terserang cacar air. Anda tahu rasanya? Uuh, gatal dan panas di sekujur tubuh, mual, lemas dan sesak nafas. Sesak nafas di saat perut buncit itu rasanya dua kali tidak enak. Aku dirawat intensif selama satu minggu di ruang isolasi RS Swasta. Selang oksigen, kabel detak jantung, dan selang infus senantiasa menemaniku. Virus yang konon bisa menyebabkan janin menjadi cacat, serta banyaknya obat-obatan yang kuminum, sempat membuatku berfikir aneh-aneh. Aduh, bagaimana dengan janinku? Jangan-jangan ada jarinya yang kurang, atau... Duh..
Alhamdulillah, dokter dan suster memastikan bahwa semua akan baik-baik saja. Asalkan tetap minum obat secara teratur, USG secara rutin, mandi dengan air antiseptic, makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup membuat cacarku semakin sembuh. Walau tetap saja sempat membuatku ingin marah pada nasib. Apalagi sembuh dari cacar wajahku menyisakan hiasan hitam, tahu kan? ishhh.. *Malu gitu lho
Selisih tiga minggu menjelang persalinan, kesedihanku semakin memuncak. Ayahku wafat, kawan. Hilang harapanku memberikan cucu ke hadapannya. Aku meratapi kepergiannya, “Ayah, ini lho anak bungsumu ingin melahirkan anak pertamanya, katanya ayah mau lihat. Kok ayah pergi.” *hiks... Hampa rasanya melahirkan tanpa kedua orangtua. Aku harus kuat.
Aku harus tegar ketika masuk ke ruang bersalin. Kesedihan tak boleh membuat diriku lemah. Aku hanya bisa melirik saat perempuan di sebelah ranjang merintih-rintih kesakitan, anggota keluarganya silih berganti menungguinya. Bikin iri saja. Aku? yeaah, hanya berdua dengan mas Dwi. BERDUA. Sambil komat-kamit bibir ini bergumam do’a dan harapan. "Ya Allah, kuatkan aku. Berilah kami anak yang sehat dan tak kurang apa pun." Dua hari terakhir bulan Ramadhan menjadi ajang bagiku untuk meminta lebih, semoga Allah kabulkan.
Ya, untunglah Allah menghadirkan mas Dwi untuk diriku, dia senantiasa ada di sisiku, jiwanya mengisi relung jiwaku. Tangan kokohnya mampu membuatku kuat menghadapi perjuangan luar biasa. Jemari kami bertautan. Jujur, sebenarnya aku takut sekali. Aku jadi berani mengejan dan melahirkan normal karenanya. Bersamaan dengan azan subuh, lahirlah bayi laki-laki dengan berat 3,8 kg dan panjang 53 cm.
Suamiku mencium keningku dan berkata: " tadi saya kaya lihat film alien lho, ada makhluk yang keluar dari makhluk lain." *ayah baru minta dikeplak, hahaha..
Ilmu-ilmu yang kupelajari dahulu hampir tak bermanfaat. Aku bagaikan robot. Memandikan, memakaikan pakaian, menyusui Shidqi tanpa senyum, murung, tanpa ceria. Tak ada kecupan dan gendongan untuk Shidqi. Aku sebal. I'm feeling Lonely..
Untuk mengurangi beban mencuci, bebas ompol dan agar badan sedikit fit, mas Dwi membelikan Pampers. Membiarkanku memakaikannya popok setiap saat. Dan membelikanku jamu sehabis melahirkan. Bukannya senang, malah membuatku uring-uringan. Padahal itu adalah salah satu usaha suami merayuku, namun tidak membuatku bergeming. Aku tetap putus asa.
“Liaa,
sadar doong. Mana Lia yang kukenal, mana jiwa yang tegar dan sholihah
itu?, bangkit dong Li, apa yang bisa saya bantu agar kamu bisa menerima
kenyataan? Rejeki sudah diatur kok, gak perlu marah”, sentak suamiku. Mungkin
lama kelamaan kesabarannya mulai habis juga ya.
Kulit Lembutnya Menjadi Alergi
Ada
yang bilang ketika ibu hamil dan menyusui mengalami stress akan mempengaruhi diri dan menurunkan sistem kekebalan si bayi.
Sepertinya benar deh, Shidqi sempat mengalami alergi ketika berusia sebulan. Ada ruam di bagian
lipatan paha dan eksim susu di pipi, kemudian menjalar di atas bibir dan dagu. Berbagai bedak,
krim dan salep belum bisa menyembuhkannya. Ada yang menyarankan dioles ludah
ibunya sendiri, atau dioles ASI, hmm.. belum berhasil juga. Kulitnya kemerahan dan agak bersisik hitam.
Otakku kembali normal jika melihat kondisi Shidqi begitu. Kasihan.. Kubuka kembali arsip yang kukumpulkan dulu. Oh, ternyata terkena Dermatitis Atopi. Kondisi dimana bayi mengalami penyakit kulit karena berbagai faktor, seperti terkena pakaian atau popok yang ketat, sistem imun yang berkurang, keturunan alergi, bahkan sensitif terhadap benda-benda di sekitarnya. Selain faktor stress saat kuhamil dahulu, mungkin keturunan juga, aku dan suami memang punya riwayat alergi.
Selain
menjaga kebersihan kulit dan penggunaan celana pop secara bergantian dengan popok (untuk memberikan sirkulasi
udara dan kebersihan kulit paha Shidqi), aku mencoba cara lain. Kebetulan di
depan rumah ada lidah buaya. Aku tahu lidah buaya mengandung zat alami dan
bagus untuk kelembaban kulit.
Kucoba gunakan resep sederhana. Kupatahkan ujung lidah buaya, kemudian lendirnya kuoleskan di bagian paha, sekaligus kucoba ke bagian pipi, atas bibir, dan dagu. Kudiamkan 5 menit saja. Lalu kusapukan dengan air hangat dan kapas untuk membersihkannya. Berulang kali kulakukan, saat selesai mandi, setiap menggantikan popok atau celana. Berhasilkah?. Berangsur-angsur ruam dan kemerahan di daerah itu berangsur hilang dan kulit Shidqi mulai lembut sedia kala, yeaaay, Alhamdulillah.
Kucoba gunakan resep sederhana. Kupatahkan ujung lidah buaya, kemudian lendirnya kuoleskan di bagian paha, sekaligus kucoba ke bagian pipi, atas bibir, dan dagu. Kudiamkan 5 menit saja. Lalu kusapukan dengan air hangat dan kapas untuk membersihkannya. Berulang kali kulakukan, saat selesai mandi, setiap menggantikan popok atau celana. Berhasilkah?. Berangsur-angsur ruam dan kemerahan di daerah itu berangsur hilang dan kulit Shidqi mulai lembut sedia kala, yeaaay, Alhamdulillah.
From Womb To World
Bersyukur
setelah masa nifas berakhir. Aku mulai menstabilkan diri kembali mendekati-Nya,
mulai memperbaiki diri. Walau begitu, ketidakstabilan hormon masih
mempengaruhiku hingga usia Shidqi menjelang 8 bulan. Aku nyaris tidak
menyayangi anakku. Jiwa ini masih terasa
hampa dan ingin lari dari kenyataan.
Apa yang kulakukan dalam menghadapi hal itu? Memperbanyak istighfar, banyak mengadu kepada sang Pencipta. Banyak mencurahkan isi hati melalui tulisan dan lisan, menceritakan kondisi yang ada, dan mulai membuka diri meminta bantuan suami, bahkan ibu mertua di rumah -tadinya malu dan sungkan-. Sesekali aku minta dipijit. Membaca buku juga memotivasi lho, seperti novel keluarga, buku pengetahuan agama dan psikologi jiwa. Sttt, sini aku bisiki: walau pun aku sebal, tapi sentuhan skin to skin antara aku dan Shidqi mampu membuatku mulai menyukainya.
Apa yang kulakukan dalam menghadapi hal itu? Memperbanyak istighfar, banyak mengadu kepada sang Pencipta. Banyak mencurahkan isi hati melalui tulisan dan lisan, menceritakan kondisi yang ada, dan mulai membuka diri meminta bantuan suami, bahkan ibu mertua di rumah -tadinya malu dan sungkan-. Sesekali aku minta dipijit. Membaca buku juga memotivasi lho, seperti novel keluarga, buku pengetahuan agama dan psikologi jiwa. Sttt, sini aku bisiki: walau pun aku sebal, tapi sentuhan skin to skin antara aku dan Shidqi mampu membuatku mulai menyukainya.
Sejak itu, aku mulai berusaha mencintainya. Tak peduli bagaimana pun kondisi kami. Aku harus menjaganya. Karena dia telah ada, dari kandungan hingga ke dunia. Kusadar, dia berhak menikmati kasih sayang dan perlindungan orang disekitarnya. Aku mulai mengenalkannya apapun yang ada di dunia ini.
Shidqi, maafkan bunda ya, nak.
Pengalaman semua itu menjadi pelajaran bagiku saat hamil anak kedua. Seiring semakin baiknya kerja suami, kami memutuskan pindah rumah. Dan kami rangkai kehidupan sedemikian baiknya agar stress tidak kembali pada diriku.
Dan benar saja, saat hamil kedua, kondisi adiknya Shidqi jauh berbeda. Hidup dalam kondisi jiwa tenang dan nyaman membuat kelahirannya lebih baik dan adiknya jauh dari penyakit. Semoga kehidupan kami terus bahagia. Disitulah hak kami, hak mereka.
Beberapa tips yang harus diperhatikan:
- Jangan menjadi ajang coba-coba krim dan salep untuk menjaga kelembutan kulitnya.
- Biasakan mandi 2x sehari dengan air hangat
- Pakaikan pakaian yang bersih dan bebas alergi.
- Cukup usapkan minyak telon di bagian perut saja, dan pakaikan kaos kaki untuk menghangatkan tubuh mereka.
- Hindarkan dari berbagai pencetus alergi
- Gunakan produk bayi yang direkomendasikan. Salah satunya popok bayi
Pampers kini
memiliki 5 bintang. Bintang keunggulan dimana popok bayi ini dibuat dengan
menggunakan Aloe Vera si lidah buaya yang dapat menjaga kelembutan kulit, kapas yang lembut, memiliki daya serap yang baik
sehingga 12 jam kering, memiliki sirkulasi udara yang membuatnya tetap nyaman,
serta memiliki perekat yang fleksibel. Rasanya jadi kepingin punya anak lagi. Wah, ingat umur Liii.. *bisikan hati nurani.
Kini pilihan ada di tangan anda. Jadilah wanita yang cerdas, kuat, dan sabar. Lindungi dan sentuhlah bayi kita agar tetap terjaga. Itulah hak mereka, hak From Womb To World (Dari kandungan ke dunia)
Aduuh mak. Membaca perjuanganmu utk hamil shidqi so touchy dan sangat tegar..
BalasHapusMenjadi ibu memang pengalaman yang tidak terlupakan sepanjang hidup.
Sehat selalu yaaa buat shidqi..:)
hehe, baca tulisanku sendiri aja masih membekas perihnya mak, alhamdulillah Shidqi sudah besar dan anaknya patuh banget dan ngemong ke adiknya. Makasih sudah mampir mak :*
Hapusduh barengan cacar ya, alhamdulillah bayi sehat sempurna *peluk2
BalasHapusaku jga pake pampers....enak sih g ruam ^^
ho'oh mak, dulu Pampers emang uhuy..
Hapusalhamdulillah Shidqi gak apa-apa, wlw emang dia tipe pendiem, kalo lagi konsen gak bisa diganggu suka ngeblank kalo kebanyakan di suruh.. #eh gak ada hubungannya kali ya ^_^
Makasih sudah mampir mak :*
Udah mampir nih, mak. Gutlak ya :)
BalasHapusmakasih ya mak :)
Hapuspasti ada rasa takut ya mak saat cacar, Allhamdulillah semuanya baik2 aja. aku save ya blognya.
BalasHapusdeg-degan selama 2bulan ke depan mak, kaya mau dpt jekpot, hehe.. Makasih ya mak sudah mampir ^_^
Hapusselamat ya mba persalinan berjalan lancar, berarti bumil dan busui emang ga boleh stress karena dapat menurunkan ketahanan tubuh si bayi..
BalasHapusIya betul, daya tubuh bayi agak berkurang dan sensitif ke kulitnya.. terimakasih sudah mampir mbak :)
HapusWah, ikutan tegang mak baca ceritanya. Alhamdulillah ya sudah terlewati dengan baik.
BalasHapusGood luck ya mak buat lombanya.
terimakasih mak, iya begitulah kisahnya menempa batin, hehe..
HapusWah, sempat kena cacar selagi hamil ya mak? Ah, jd ibu memang nano - nano ya rasanya..
BalasHapushihi iya mak, kalau liat anaknya dah gede, jadi kenangan manis
Hapustapi semua indah pada waktunya kan ya mak? :D
BalasHapuskesabaran memang yang utama dan kamu kuat
hehe alhamdulillah iya mak :) makasih ya
Hapuswahhhh, pengen deh punya baby :)
BalasHapus