Akhir-akhir ini sering banget mendengar percakapan anak-anak sekolah dari mulai SD hingga SMA yang
rasanya semakin kurang pantas dan kasar.
“Eh,
elu tau kan si anu yang tadi main di lapangan?”
“Yang
mana tuh?”
“Yang
pake baju merah, bego.”
“Lah,
emang gue gak tau yang mana orangnya, tolol”.
“Ah,
payah banget sih lu, bego.”
Aduuuh,
gampang banget yee tuh mulut ngeluarin kata jelek, kasar, orang, pengen rasanya
meremas bibirnya dan melototi mereka.
“Heh, memangkan kamu berdua beneran bego dan tolol? Seneng ya dipanggil kaya gitu? Ucapan tuh doa, kalo beneran bego, tolol, mau jadi apa kamu nanti?”
“Heh, memangkan kamu berdua beneran bego dan tolol? Seneng ya dipanggil kaya gitu? Ucapan tuh doa, kalo beneran bego, tolol, mau jadi apa kamu nanti?”
Itulah
rasa gemasku terhadap makin merosotnya sistem perkembangan dan pendidikan
generasi bangsa. Kasar, saling benci, mengejek, dendam, sulit diatur, dan tidak
sopan, sering kali ditemui akhir-akhir ini.
Terlalu mengkhawatirkan, banyak generasi muda yang salah arah, tidak tahu tujuan, banyak mimpi menjadi orang terkenal melalui proses instan, dan kurangnya perhatian membuat fenomena yang mengerikan.
Terlalu mengkhawatirkan, banyak generasi muda yang salah arah, tidak tahu tujuan, banyak mimpi menjadi orang terkenal melalui proses instan, dan kurangnya perhatian membuat fenomena yang mengerikan.
Banyaknya
anak jalanan berkeliaran tanpa tujuan pasti. Kemana ibu bapaknya?. Jika pun
ada, bagaimana orangtuanya? demikian jugakah cara bicaranya, bergaulnya,
dan tingkah lakunya. Pantas saja, orang dewasa tanpa sadar selalu mencotohkan
kebiasaan buruk.
Syukurlah kalau banyak malaikat yang menolong mereka menuju jalan yang benar. Jika tidak? Semakin banyak lahirnya anak-anak yang buruk dan buruk. Bagaimana mereka menjalani hidup jika tanpa pembimbing yang baik? Berlindung aku ya Tuhan.
Syukurlah kalau banyak malaikat yang menolong mereka menuju jalan yang benar. Jika tidak? Semakin banyak lahirnya anak-anak yang buruk dan buruk. Bagaimana mereka menjalani hidup jika tanpa pembimbing yang baik? Berlindung aku ya Tuhan.
Kasih
Sayang Ayah dan Ibu Sebagai Nutrisi Jiwa
Awal menikah aku dan suami mulai memperbaiki diri dan menyatukan visi misi
keluarga kecil ini, mau seperti apa dan bagaimana. Saat kehamilan, bukan hanya
nutrisi untuk tubuh ibu hamil (menjadi dua kali lipat dari ibu tidak hamil)
namun nutrisi jiwa harus terpenuhi. Pengaruh hormon seringkali membuat jiwa
menjadi labil, hawa nafsu sering kali merongrong. Diperlukan ketenangan jiwa.
Perhatian ayah sangat diperlukan untuk memberikan semangat tambahan, saling
bekerja sama, menjadi luar biasa.
Kami
mulai mempersiapkan ilmu dan tekhnik menjadi orangtua yang baik. Mulai
mengajari diri dan anak-anak untuk berzikir dan berdo’a semenjak dini,
mengingat adanya kekuasan dan pertolongan Tuhan, Allah SWT, itulah nutrisi jiwa
yang dapat menenangkan dan membuat hati menjadi sabar. Rajin beribadah dan
saling menyayangi kepada siapapun termasuk hewan dan tumbuhan akan menciptakan
bibit yang baik. Hal ini benar-benar akan mempengaruhi jiwa anak kita. Kami
sering berkata seperti ini:
“Shidqi,
tolong ambilkan bunda piring untuk adikmu!”
“Aduh,
maaf yaa jika ayah bunda belum bisa memenuhi keinginan kamu.”
“Permisi
yaa, ayah numpang lewat di depan kalian”. Tentu sambil sedikit merunduk.
“Terimakasih
yaa sudah menolong ayah bunda.”
“Boleh,
tapi mainnya hati-hati ya!“
Dan
ucapan lain-lain yang sifatnya tidak arogan, tidak otoriter, terlalu menggurui,
tidak berupaya menilai, tidak mendesak, dan yang sifatnya justru menenangkan
dan memberi semangat.
Anak-anak
akan selalu mengikuti gaya dan tingkah laku orangtua, termasuk ucapan dan
perbuatan. Kata-kata ‘emas’ yang sering kami ucapkan membuat kedua anak kami
pun berbuat demikian. Tanpa harus dipaksa, ternyata menjadi kebiasaan yang
muncul dari hati dan bibir mereka. Enak sekali mendengar kata-kata manis yang
tertutur dengan iringan binar wajah mereka yang lugu.
“Bunda,
ini untuk Shidqi ya? Terimakasih”.
“Ma,
totong (tolong) bikin susu adek, ayish (makasih) ya”.
“Permisi
ya dek, kakak mau lewat”.
“Maaf
dek, sudah adek jangan menangis lagi. Ayo main lagi!”
Atau perkataan Shidqi,
anakku yang berusia 7 tahun kepada teman-temannya:
“Eh,
sudah azan, aku pulang dulu ya, mau sholat. Abis itu kita main lagi.”
“Kamu
jangan begitu mainnya, kan bikin orang sakit, minta maaf dong, ayo ucapin!”
Siapa
yang tak terharu mendengar ucapan-ucapan itu? Ada bibit kebaikan dan jiwa kepemimpinan
yang mulai tumbuh dalam diri mereka. Memimpin diri sendiri untuk berbuat benar.
Aku mau
anak-anakku terus begitu, bertutur kata sopan, berkelakuan baik, dan mengetahui
mana yang baik dan buruk. Hal itu tentu saja maka harus dimulai dari kami sebagai
orangtua. Sangat penting peranan orangtua dalam menjadikan anaknya menjadi apa
dan siapa. Jangan salahkan nasib jika kita sendiri yang tidak mengerti
bagaimana tugas dan kewajiban menjadi orangtua. Jangan hanya doyan
melahirkan, tetapi urusan tumbuh kembang tidak diperhatikan. Tidakkah kita
takut akan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT?
Cerewet Yang Cerdas
Setiap
orang seringkali mengakui bahwa para ibu itu sangat cerewet, banyak bicara,
sukanya marah-marah. Hei, hei, tapi tunggu dulu, itu untuk kebaikan bersama
kan? Hehe.. Marilah ambil jalan tengah, cerewetlah yang cerdas. Maksudnya
banyak bicara tapi tidak menggurui. Santai dan dalam keadaan senang, bermain,
dan bersenda gurau, seringkali apa yang kita ucapkan justru akan mudah diserap
oleh jiwa dan fikiran siapapun, termasuk anak-anak.
Jangan terlalu cerewet
melarang ini-itu yang membuat anak jadi bimbang. Apalagi sambil teriak-teriak, iiih enggak banget deh!.. Banyak melarang tanpa
menjelaskan akan membuat anak tidak tahu harus berbuat apa, dan yang paling
menyedihkan mereka akan menarik diri dari bimbingan orangtua. Aku
pun jarang membawa kemarahan apapun ke dalam rumah. Selalu marah dan kurang
sabar menjadikan anak-anak goncang dan akhirnya memendam rasa bersalah, kesal,
dan emosi. Jangan harap kebaikan kita terima, justru kenakalan-kenakalan akan
terjadi. Demikian diriku, aku hanya memperingatkan jika mereka melakukan
sesuatu, “hati-hati ya nak!”
Bercerita
tentang kehidupan kepada kedua anakku pada usia “Golden
Age”, masa-masa di mana beribu-beribu sel otak berkembang tumbuh pesat adalah waktu yang tepat. Sifat membela
kebenaran, amanah, kecerdasan, dan pandai berbicara menyampaikan yang baik, itu
kujadikan dasar dalam mendidik anak-anakku. Belajar bukan saja duduk manis di dalam ruangan, bahkan di luar sana banyak sekali pembelajaran yang dapat membentuk si kecil menjadi berani dan cerdas. Seperti bermain pasir, berenang, bersepeda, membiarkan memilih buku di toko buku, menanam sayuran sendiri, menjelajah hutan Bogor, bermain batu-batu di pinggir sungai Ciliwung, bahkan memelihara kucing. Memberikan kesempatan anak-anak berinteraksi dengan alam.
Disiplin sangat penting. Aku sangat tegas tetapi bukan marah. Intonasi nada suara kuperhatikan, tidak meninggikan suara tetapi merendah bahkan menenangkan. Sehingga aturan disiplin mudah diterapkan kepada anak-anak. Aturan sederhana yang harus dibiasakan, seperti membiasakan mereka bangun dan tidur pada waktunya, memberi penerapan jam berapa mereka boleh main, kapan belajar, kapan mereka makan, kapan membereskan mainan, kapan nonton teletivi, semua diatur sesuai kesepakatan bersama. Jika mereka pintar melaksanakan, hadiah pelukan dan pujian pun diberikan, bahkan ada hadiah kejutan. Terkadang semua itu dilakukan bersama-sama. Selalu ada ayah dan bunda.
Disiplin sangat penting. Aku sangat tegas tetapi bukan marah. Intonasi nada suara kuperhatikan, tidak meninggikan suara tetapi merendah bahkan menenangkan. Sehingga aturan disiplin mudah diterapkan kepada anak-anak. Aturan sederhana yang harus dibiasakan, seperti membiasakan mereka bangun dan tidur pada waktunya, memberi penerapan jam berapa mereka boleh main, kapan belajar, kapan mereka makan, kapan membereskan mainan, kapan nonton teletivi, semua diatur sesuai kesepakatan bersama. Jika mereka pintar melaksanakan, hadiah pelukan dan pujian pun diberikan, bahkan ada hadiah kejutan. Terkadang semua itu dilakukan bersama-sama. Selalu ada ayah dan bunda.
Makanan
Halal dan Baik Menjadi Nutrisi Diri
Apapun
yang kita konsumsi tentulah dari sesuatu yang halal dan baik. Halal berarti
diizinkan, bukan yang dilarang. Sesuatu yang diizinkan pasti baik, sehat dan
memberikan dampak luar biasa positif untuk mendukung kehidupan kita
selanjutnya.
Aku senang membuat aneka makanan dan minuman di rumah. Susu kujadikan sebagai bahan tambahan dalam berbagai masakan selain diminum. Susu yang mengandung zat-zat penting seperti Fosfor dan kalsium yang mendukung pertumbuhan tulang dan gigi, yodium mencegah gondok, zat besi sebagai penambah sel darah merah, asam linoleat, Vitamin A, dan lain-lain. Untuk itu kupilih Vitalac selain SGM. Pagi hari akulah yang membuatkan bekal makan siang untuk suami dan anakku. Seringkali membuat kue, es krim, es buah, pizza, donut, dan makanan lainnya agar mereka tidak gampang tergiur oleh jajanan di luar yang belum tentu murah. Membuat makanan dan minuman sendiri di rumah membuat uang belanja bisa diatur sedemikian rupa lho. Jadikan hidup hemat dan sehat.Peran wanita sangat diperlukan. Sebagai Ibu yang mengontrol apapun yang dimakan dan diminum oleh keluarga. Dan juga sebagai Istri yang mampu mendukung suami dalam mencari nafkah yang baik lagi halal. Seorang wanita haruslah cerdas fikiran, jiwa, dan raga. Aku memperoleh itu dengan mengikuti seminar, membaca buku, menonton televisi, dan juga mencari segala informasi di dunia maya. Banyak hal yang dapat kupraktekkan di rumah.
Kami dan anak-anak juga suka sekali makan sayur dan buah. Sejak hamil aku membiasakan hal itu, tak heran saat kini pun anak-anak tidak pernah protes jika diberi menu tersebut. Padahal hanya dikukus dan diberi mayonnaise, atau membuat jus dan es buah. Sederhana namun bervariasi. Senangnya bukan main, karena sayur dan buah sangat diperlukan oleh tubuh selain protein, lemak dan karbohidrat. Zat vitamin dan mineral yang terkandung didalamnya sangat diperlukan untuk mendukung metabolisme organ-organ dalam tubuh yang vital, sehingga mencegah berbagai penyakit
Keluarga yang sehat pasti akan memberikan penerus bangsa yang baik. Negara dan bangsa yang kuat dan sehat, memerlukan calon penerus yang mampu memimpin dirinya dan diri orang lain. Bukan hanya pintar, namun sehat jiwa dan raganya. “Men sana in corpora sano”. Siapapun akan mengharapkan hal ini, mari mulai dari rumah, mulai dari sekarang. Ayo para ibu, semangatlah!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Agar tidak spam pada komentar, gunakan akun Google kamu. Atau kirim email ke: info.narasilia@gmail.com. Thank you ❤