merangkai kata bersama si dia..secangkir kopi |
Meskipun
banyak nasihat yang menyatakan bahwa terdapat efek samping yang membahayakan
tubuh akibat terlalu sering meminum kopi, namun pada kenyataannya aku malah
makin ketagihan minum kopi. Sebagai seorang ibu rumah tangga yang suka menulis,
waktu senggang sangatlah sedikit. Ide-ide muncul justru ketika sedang mencuci,
memasak, menyapu, mengepel, bahkan saat menemani kedua buah hati belajar dan
bermain. Kesempatan menulis jelas hanya bisa tertuang pada malam hari ketika
semua telah lelap tertidur. Jujur, rasanya ingin ikut merebahkan diri,
menghilangkan lelah dan penat seharian. Tapi apa daya, keinginan terus menulis
mendorong jiwaku agar bisa menahan kantuk. Saat itulah secangkir kopi ikut
serta menemani.
Dulu
aku pernah meledek seorang sahabat yang hobinya minum kopi. Dia mengaku sanggup
minum kopi di pagi, siang, dan malam hari. “Laila, masa perempuan doyan minum
kopi kaya supir bus aja?” kelakarku. “Eeeh,
kamu belom coba aja. Nanti suatu saat…sepertinya kamu akan sepertiku. Jadi raja
kopi. Kegiatan kita yang sering di depan komputer itu cukup melelahkan lho, paling
nikmat ya minum kopi, lihat saja nanti..!”, jawabnya sambil tersenyum penuh
makna. Kulihat diri menghilang hendak pergi ke pantry. Tidak sampai beberapa lama,
dia datang kembali sambil membawa secangkir kopi susu, tentu dalam keadaan
dingin terkena es batu. “Coba deh, kubuatkan khusus untukmu,” ujarnya sambil
mengerlingkan mata.
Seperti diingatkan kembali pada kejadian
saat ngantor dulu. Ketika pertama
kali aku terbujuk rayuannya dan luluh pada tawaran untuk meminum kopi buatannya.
Akhirnya terbukti, aku benar-benar ketagihan. Sebagai indikasi, aku jadi sering
tergoda untuk selalu membeli kopi di toko sembako, padahal saat itu niatnya
hanya ingin membeli gula dan telur. Ah, kenapa jadi ikut terhitung belanjaan
kopi? Hahaha..terjadi pergolakan dalam diri.
Dilema,
tapi malah menyakini, ah sudahlah gak sering-sering kok. Cukup minum kopi saat
menulis saja, walau akhirnya suka terjadi pelanggaran. Saat anak-anak tidur
siang pun, akhirnya kopi tetap hadir di samping meja komputerku. Perjanjian
hati yang dilanggar sendiri. Terkadang tersenyum sendiri, aiiih, dapurku penuh
koleksi kopi serenceng. Aneka rasa
lho, ada kopi susu, kopi rasa kacang,
capuchino, mochachino, ataupun white coffe, persis warung kopi. Sttt, tenang…itu
bukan semua untukku, tetapi buat persediaan sewaktu-waktu tamu datang..bener
deh.. *terkesan pesan terselubung ya? J
Kini
kebiasaan meminum kopi bukan hanya saat menulis saja. Malah menjadi kebiasaan yang
membuat candu dan rindu. Contohnya saat sumpek diperjalanan menunggu kendaraan
(umumnya selalu menggunakan kereta), aku selalu melipir ke mini market sekedar
membelikan susu kotak untuk kedua anakku dan tak lupa membeli sekotak kopi
instan dingin siap minum demi keegoisanku.
Atau
di saat-saat aku berkumpul dengan teman-teman komunitas jejaring sosial, kopi selalu
menjadi menu pembuka sebagai sarapan pagi. “Kopi atau teh, mbak?” sang pelayan
menyapa ingin menuangkan minuman ke dalam cangkir kosongku. “Oh, kopi”, jawabku
spontan. Bukti nyata bukan? Kopi menjadi pilihan utama, tanpa melihat kapan dan
dimana pun. Menyeruput secangkir kopi menjadi kenikmatan tersendiri.
Atau
pernah pada kejadian dimana perasaan ini sedang labil. Rasa tegar yang selalu
ada sebagai penjual online saat itu agak
melemah. Perasaan tertekan dari
beberapa konsumen yang terkadang tidak mau tahu kondisi kita sebagai penjual,
keterlambatan kedatangan pengiriman yang seharusnya bukan salahku, atau ocehan
para penawar barang sudah menjadi warna dalam kehidupan perdaganganku.
Semua
itu cukup mengusik kesabaranku, namun akhirnya secangkir kopi masih setia
menemani. Sambil mengaduk perlahan, aku amati lamat-lamat alur perputarannya. Tenang
mengikuti arus putaran. Seakan menghibur, hidup itu tidak sehitam kopi. Tambahi
saja suasana putih, maka hitamnya kehidupan akan berubah menjadi warna yang
lain.
Walaupun
godaan itu sampai kini tetap ada, akan tetapi semangat meminum kopi harus
dikurangi. Usia menginjak 35 tahun telah menjadi tolak ukur, aku harus berubah
untuk bisa menjaga kondisi tubuh. Jujur, keseringan minum kopi juga membuatku
malas makan. Sejak kebanyakan duduk dan sering minum kopi, ternyata membuat
pinggang ini terasa sakit sebelah. Nyeri, seperti orang salah urat. Diurut-urut
tapi tetap terasa kurang nyaman. Suami langsung menilai dan menghakimi, ”makanya
banyakin minum air putih, jangan ngopi
melulu! Ginjalnya kena kali tuuh”.
Hiyy,
jangan sampai ya Allah, ngeri. Kondisi kami yang apa adanya, tidak berasuransi,
haruslah taat menjaga kesehatan. Solusinya? Ya rajin minum air putih. Minimal 1
jam sekali aku harus minum segelas air putih. Bagaimana dengan kopinya? Yaa,
sekarang cukup 2x sehari dengan formula yang sedikit lebih sehat. Perbandingan
susu:kopi= 2sdm: 1sdm, cukup bagus tidak? He he.. Bagaimana dengan anda?
Saya kalau minum kopi bawaannya malah mau tidur.... :)
BalasHapushehe kok malah sebaliknya mas? terimakasih sudah mampir :)
Hapusaku mantan pecandu kopi lho.. hampir semua kopi kemasan pernah dicoba, jadi mulai yang paling item sampe yang paling putih.. yang terakhir adalah white coffee luwak..
BalasHapusSekarang lebih suka ngeteh, ngesusu atau ngeyogurt.. :P
iya nih pengennya berenti, sering sebah dan jd pusing sekarang.. pengen ngikutin jejak mbak Rani, ngejus, ngesusu ^_^
Hapus