www.narasilia.com - Suara motor berhenti
di garasi rumah mungil kami. Malam itu ayah pulang dari kantor. Senyuman di wajahnya
tampak keceriaan, karena disambut teriakan dan pelukan anak-anak. Kulihat kedua
tangannya yang kekar menurunkan plastik-plastik besar. Berisi makanan kesukaan
kami. Kedua anak kami digendongnya, diciumi pipi-pipi mungil itu. Tak
tergambarkan bahagianya anak-anak malam itu. Ayah tidak menunjukkan bahwa
ternyata didalam hatinya sedang gundah.
Malam itu juga aku mengetahui sesuatu telah terjadi. Ternyata ayah sudah mengundurkan diri dari kantor. Dia berkata sudah tidak sanggup lagi bekerja dibawah tekanan kerja yang tidak sesuai dengan hatinya. Aku hanya terpana saat suamiku itu, menyerahkan sebuah amplop berisi uang ke arahku. Telapak tangannya menggenggam tanganku. “Maafkan saya ya, inilah gaji saya terakhir, hari ini saya mengundurkan diri dari kantor”.
Aku terpaku, tak bisa menangis di hadapannya. Hanya menatap amplop yang berada ditanganku dengan pandangan hampa. Menangis bukanlah menyelesaikan masalah, bagiku justru akan menambah kegelisahannya.
“Tidak apa-apa pa, nanti kita cari lagi rejeki bersama-sama”, jawabku.
Dia hanya tersenyum, kecut.
Sejak hari itu, aku memutar otak, berfikir keras bagaimana dan apa yang harus kami lakukan. Akhirnya diputuskan:
Benar saja, responnya sangat bagus. Perputaran penjualan yang cepat ini membuat aku menjadi lebih sibuk. Ditambah jualan panci doublepan, alhamdulillah keuntungannya bisa untuk menambah uang sekolah SDIT, bayar listrik, membeli beras.
Namun semua itu cukup banyak menguras tenaga dan pikiran. Waktuku untuk pekerjaan rumah dan mengurus anak-anak hampir tidak sempat, keteteran. Hingga aku jatuh sakit.
Melihat kondisi ini membuat papa tergugah. Pagi hari dia sudah menyiapkan sarapan, lalu membangunkan anak-anak yang masih duduk dibangku TK dan SD, memandikan mereka, memakaikan seragam, menemani kakak dan adik di meja makan, dan tak lupa membawakan aku sebuah nampan berisi segelas susu hangat dan roti.
Ahh, ayah kok keliatan makin ganteng aja deh.
Melihat ayah bisa mengambil alih pekerjaan rumah tangga bikin aku kembali bersemangat. Rasanya ingin segera bangkit, jualan lagi. Namun apa daya, kepalaku sangat sakit.
Suasana pagi itu juga membuat kedua anakku juga menjadi lebih giat ke sekolah. “Aku senang ayah ada di rumah, coba ayah di rumah terus.“ ujar si kecil sambil mencium tanganku. MMereka berangkat sekolah diantar ayah
Malam itu juga aku mengetahui sesuatu telah terjadi. Ternyata ayah sudah mengundurkan diri dari kantor. Dia berkata sudah tidak sanggup lagi bekerja dibawah tekanan kerja yang tidak sesuai dengan hatinya. Aku hanya terpana saat suamiku itu, menyerahkan sebuah amplop berisi uang ke arahku. Telapak tangannya menggenggam tanganku. “Maafkan saya ya, inilah gaji saya terakhir, hari ini saya mengundurkan diri dari kantor”.
Aku terpaku, tak bisa menangis di hadapannya. Hanya menatap amplop yang berada ditanganku dengan pandangan hampa. Menangis bukanlah menyelesaikan masalah, bagiku justru akan menambah kegelisahannya.
“Tidak apa-apa pa, nanti kita cari lagi rejeki bersama-sama”, jawabku.
Dia hanya tersenyum, kecut.
Sejak hari itu, aku memutar otak, berfikir keras bagaimana dan apa yang harus kami lakukan. Akhirnya diputuskan:
- Pertama, dengan berat hati kuberhentikan mbak, dia tidak lagi membantu mencuci dan menyetrika di rumah kami.
- Kedua, dengan niat kuat kusisihkan sebagian uang di amplop itu untuk kebutuhan sehari-hari, keperluan sekolah kedua anak kami, dan sisanya kujadikan modal usaha. Tak ada sama sekali tabungan.
- Ketiga, Aku belanjakan popok cuci ulang dalam jumlah besar, menjadi agen. Awalnya, aku berjualan dari rumah ke rumah, tidak banyak pembeli. Hal tersebut tidak membuatku ciut. Aku perluas dengan menjalin hubungan kerabat dan teman-teman. Peluang di internet yang sangat luas pun kujadikan sarana untuk memasarkan barang kami.
Benar saja, responnya sangat bagus. Perputaran penjualan yang cepat ini membuat aku menjadi lebih sibuk. Ditambah jualan panci doublepan, alhamdulillah keuntungannya bisa untuk menambah uang sekolah SDIT, bayar listrik, membeli beras.
Namun semua itu cukup banyak menguras tenaga dan pikiran. Waktuku untuk pekerjaan rumah dan mengurus anak-anak hampir tidak sempat, keteteran. Hingga aku jatuh sakit.
Melihat kondisi ini membuat papa tergugah. Pagi hari dia sudah menyiapkan sarapan, lalu membangunkan anak-anak yang masih duduk dibangku TK dan SD, memandikan mereka, memakaikan seragam, menemani kakak dan adik di meja makan, dan tak lupa membawakan aku sebuah nampan berisi segelas susu hangat dan roti.
Ahh, ayah kok keliatan makin ganteng aja deh.
Melihat ayah bisa mengambil alih pekerjaan rumah tangga bikin aku kembali bersemangat. Rasanya ingin segera bangkit, jualan lagi. Namun apa daya, kepalaku sangat sakit.
Suasana pagi itu juga membuat kedua anakku juga menjadi lebih giat ke sekolah. “Aku senang ayah ada di rumah, coba ayah di rumah terus.“ ujar si kecil sambil mencium tanganku. MMereka berangkat sekolah diantar ayah
Hari
demi hari, perubahan sikap dan pola hidup papa di rumah membuatku merasa selalu
sehat. Dia menjadi sosok yang menurutku luar biasa. Sesekali dia tak enggan
membuat nasi goreng, menyapu, mengepel, bahkan menyetrika. Bertanggung jawab
menemani anak-anak belajar, mengajak anak laki-laki kami sholat di musholla. Serta
tidak canggung membantuku membungkus berbagai paket yang hendak dikirim ke
berbagai daerah.
Semua terlihat indah. Tak lagi kekhawatiran dalam hati. Ternyata
semua bukan sekedar uang, gaji bahkan jabatan. Namun kerjasama, tolong
menolong, perhatian papa dan kerja keras kami di rumah, membuat hidup ini
terasa nyaman dan damai dalam kasih sayang-Nya.
Begitulah tips menjaga keharmonisan rumah tangga, saling mengisi, dan saling mendukung.
bekerja mandiri bersama suami memang lebih menantang dan menyenangkan ^_^
BalasHapusterimakasih mbak, iya rasanya berbeda ^_^
BalasHapusSalam kenal mba,
BalasHapusTulisan yang ini membuat ak berkaca-kaca sekaligus refleksi diri agar bersyukur atas segala apa yang ak dapat. Terimakasih sudah berbagi cerita yang menggugah hati ^^
iya mbak, makin bersyukur maka rejeki akan makin terasa berlimpah, wlw bentuknya gak bisa dikatakan dengan uang.. sama-sama ya, terimakasih sudah mampir :)
Hapus